Minggu, 14 Juli 2013

>> HALUSINASI

Sebelumny...
perubahan persepsi sensori halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman. Klien marasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Selain itu prubahan persepasi sensori ; halusinasi bisa juga di artikan sebagai persepsi sensori tentang objek, gambaran, dan pikiran yang sering terjadi tanpa adannya rangsang dari luar meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan).
Menurut DEPKES RI Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah ketika individu menginterpretasikan stresor yang tidak ada stimulus dari lingkungan.

Jenis – jenis halusinasi
Jenis Halusinasi Data objektif Data subjektif
Halusinasi Dengar
( klien mendengar suara/ bunyi yang tidak ada hubunganya dengan stimulus yang nyata / lingkungan ) • Bicara / tertawa sendiri
• Marah tanpa sebab
• Mendekatkan telinga ke arah tertentu
• Menutup telinga • Mendengar suara – suara / kegaduhan
• Mendengar suara yang mengajak bercakap – cakap
• Mendengar suara menyruh melakukan sesuatu yang berbahaya
Halusinasi Penglihatan
( klien melihat gambaran yang jelas / samar terhadap adanya stimulus yang nyata dari lingkungan dan orang lain tidak melihatnya ) • Menunjuk – nunjuk kearah tertentu
• Ketakutan pada sesuatu
• Melihat bayangan sinar, bentuk simetris, kartun, melihat hantu, atau monster

Halusinasi Penciuman
( klien mencium sesuatu yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata ) • Mengendus –endus seperti sedang membaui bau – bauan tertentu
• Menutup hidung • Membau – bauiseperti bau darah, urine, feces, dan berkadang bau tersebut menyenangkan klien
Halusinasi Pengecapan
( klien mencium sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan rasa makanan yang tidak enak ) • Sering meludah
• muntah • merasakan rasa seperti feses, urine, dan darah

Halusinasi Perabaan
( klien sering merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa ada stimulus yang nyata ) • menggaruk – garuk permukaan kulit
• menagatakan ada serangga di permukaan kulit
• merasa sepert tersengat listrik

2. Tanda – Gejala
Tanda dan gejala Perubahan persepsi sensori halusinasi menurut Mary C. Townsend, (1998 : 98 – 103 ).
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, mencium dan merasa sesuatu tidak nyata.
c. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
d. Tidak dapat membedaka hal nyata dan tidak nyata.
e. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.
f. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga.
h. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan, ketakutan.
j. Tidak mampu melakukan asuhan mandiri.
k. Mudah tersinggung dan menyalahkan diri sendiri dan orang lain.
l. Muka merah dan kadang pucat.
m. Ekspresi wajah tenang.
n. Tekanan Darah meningkat, Nadi cepat dan banyak keringat.

3. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi merupakan faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres. Diperoleh baik dari klien maupaun keluarganya. Faktor predisposisi dapa meliputi :
• Faktor Perkembangan
Jika tugas perkemabangan mengalami hambatan dan hubungan intrapersonal terganggu, maka individu akan mengalami stres dan kecemasan
• Faktor Sosiokultural
Berbagi faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkirkan sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang membesarknya.
• Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang mengalami stres yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimethytranferase ( DMP ).

• Faktor Psikologis
Hubungan intrapersonal yang tidak harmonis serta adanay peran ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan menagkibatkan stres dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas
• Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubngan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaiutu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkunagan, seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek yang ada di lingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi seringg menjasi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stres dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.

4. Rentang Respon
a. Tahap I ( Non – psikotik )
Pada tahap ini, halusinasi mamapu memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat orientasi sedang. Secara unum pada tahap ini merupakan hal yang menyenangkan bagi klien.
Karakteristik :
1) Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan
2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilagkan kecemasan
3) Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam kontrol kesadaran
Prilaku yang muncul
1) Tersenyum atau tertawa sendiri
2) Menggerakkan bibir tanpa suara
3) Pergerakan mata yang cepat
4) Respon verbal rambat, diam, dan berkonsentrasi

b. Tahap II ( Non – psikotik )
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat kecemasan berat. Secara umum hausinasi yang ada dapat menyebabkan antipati
Karakteristik :
1) Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh pengalaman tersebut
2) Mulai merasa kehilangan kontrol
3) Menrik diri dari orang lain
Prilaku yang muncul
1) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan TD
2) Perhatian terhadap lingkunagn menurun
3) Konsentrasi terhadap pengalaman sensori menurun
4) Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinai dan realita

c. Tahap III ( Psikotik )
Klien biasanya tidak dapat mengontrol didinya sendiri, tingkat kecemasnan berat, dan halusiansi tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik :
1) Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
2) Isi halusinasi menjadi atraktif
3) Klien menjasi kesepian bila pengalaman sensorinya berakhir
Prilaku yang muncul
1) Klien menuruti perintah halusinasi
2) Sulit berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat
4) Tidak mampu emngikuti perintah yang nyata
5) Klien tampak temor dan berkeringat

d. Tahap IV ( Psikotik )
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat panik.
Prilaku yang muncul
1) Risiko tinggi mencederai
2) Agitasi / kataton
3) Tidak mampu merespons rangsang yang ada

5. Klasifikasi
Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari pasien maupun keluarganya, mengenai factor perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu factor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.

Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di besarkan.
Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas.
Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman / tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga suasana sepi / isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari dimensi yaitu :

Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.
Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada. Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar