Minggu, 14 Juli 2013

>> ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)

A. PENGERTIAN ADHD
ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder, suatu kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit Disorder (Sulit memusatkan perhatian), Minimal Brain Disorder (Ketidak beresan kecil di otak), Minimal Brain Damage (Kerusakan kecil pada otak), Hyperkinesis (Terlalu banyak bergerak / aktif), dan Hyperactive (Hiperaktif). Ada kira-kira 3 – 5% anak usia sekolah menderita ADHD.
ADHD (Attention Deficits and Hyper-activity Disorder) adalah gangguan yang berupa kurangnya perhatian dan hiperaktivitas (aktivitas yang berlebihan). Gangguan ini juga dikenal sebagai gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas (GPPH). Manifestasi gangguan ini dapat kita temui dalam banyak bentuk dan perilaku yang tampak.
Beberapa bentuk perilaku yang muncul pada penyandang ADHD, mungkin pernah kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Berikut contoh bentuk perilaku anak penyandang ADHD di kelas:
1. Anak tidak pernah bisa duduk di dalam kelas.
2. Anak selalu bergerak
3. Anak melamun saja di kelas
4. Anak tidak dapat memusatkan perhatian pada proses belajar dan cenderung tidak bertahan lama untuk menyelesaikan tugas
5. Anak yang selalu bosan dengan tugas yang dihadapi dan selalu bergerak ke hal lain.
C. ETIOLOGI ADHD
ADHD sendiri sebenarnya adalah kondisi neurologis (terkati dengan syaraf ) yang menimbulkan masalah dalam pemusatan perhatian dan hiperaktifitas-impulsivitas, yang tidak sejalan dengan perkembangan usia anak. Jadi ADHD lebih pada kegagalan perkembangan fungsi sirkuit/jaringan otak yang bekerja menghambat monitoring dan kontrol diri, bukan semata-mata gangguan perhatian seperti asumsi selama ini. Hilangnya regulasi diri ini menganggu fungsi otak yang lain dalam memelihara perhatian, termasuk kemampuan membedakan antara imbalan yang segera diterima dengan keuntungan yang akan diperoleh di waktu yang akan datang.
Sayang sekali penyebab sebenarnya tidak diketahui. Teori lama mengatakan penyebabnya antara lain adalah keracunan, komplikasi pada saat melahirkan, alergi terhadap gula dan beberapa jenis makanan, dan kerusakan pada otak. Meskipun teori ini ada benarnya, banyak kasus ADHD yang tidak cocok dengan penyebab tersebut. Penelitian membuktikan bahwa ADHD ada hubungannya dengan genetika seorang anak. Bukan berarti kalau salah seorang orang tua menderita ADHD, si anak juga akan menderita ADHD. Juga tidak berarti jika si anak menderita ADHD karena ada kerabat dekat yang menderita ADHD. ADHD si anak bukan berarti kesalahan ada pada anda. Kadang-kadang anda merasa sebagai orang tua yang tidak baik yang tidak dapat mengatur si anak, atau mungkin ada orang lain atau seorang guru yang mengatakan bahwa anda bukanlah orang tua yang baik.Yakinkan bahwa anda melakukan yang terbaik untuk anak anda.
Kelainan-Kelainan Pada Otak
Pada anak dengan ADHD, system kerja otaknya berbeda. ADHD bukan disebabkan karena kesulitan pada saat kehamilan atau melaihrkan. Pada dasarnya, otak penderita ADHD tidak mempunyai kegiatan kimiawi yang cukup untuk mengatur dan mengendalikan apa yang si penderita lakukan atau pikirkan. Pengobatan akan menaikkan aktivitas otak dan memberikan tambahan ëenergi pada otak untuk mengendalikan pikiran dan tingkah laku. Pada otak penderita ADHD kegiatan / aktivitas otaknya lebih sedikit (warna merah/oranye/putih) dibandingkan dengan otak anak yang tidak menderita ADHD.
C. DIAGNOSIS ADHD
Anak-anak dengan ADHD biasanya menampakkan perilaku yang dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori utama, yaitu :
1. Kurangnya kemampuan memusatkan perhatian
2. Hiperaktivitas-Impulsivitas.
Kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dapat muncul dalam perilaku :
Ketidak mampuan memperhatikan detil atau melakukan kecerobohan dalam mengerjakan tugas, bekerja, atau aktivitas lain.
Kesulitan memelihara perhatian terhadap tugas atau aktivitas bermain
Kadang terlihat tidak perhatian terhadap tugas atau aktivitas bermain
Tidak mengikuti perintah dan kegagalan menyelesaikan tugas
Kesulitan mengorganisasikan tugas dan aktivitas
Kadang menolak, tidak suka, atau enggan terlibat dalam tugas yang memerlukan proses mental yang lama
Sering kehilangan barang miliknya
Mudah terganggu stimulus dari luar
Sering lupa dengan aktivitas sehari-hari
Perilaku yang disebabkan oleh hiperkativitas-impulsivitas antara lain:
Gelisah atau sering menggeliat di tempat duduk
Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau situasi lain dimana seharusnya duduk tenang
Berlari berlebihan atau menanjat-manjat yang tidak tepat sutuasi
Kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas yag menyangkan
Seolah selalu terburu-buru atau bergerak terus seperti mesin
Berbicara terlalu banyak
Sering menjawab pertanyaan sebelum selesai diberikan (impulsivitas)
Terkadang gejala tersebut juga diikuti oleh agresifitas dalam bentuk :
Sering mendesak, mengancam, atau mengintimidasi orang lain
Sering memulai perkelahian
Menggunakan senjata tajam yang dapat melukai orang lain
Berlaku kasar secara fisik terhadap orang lain
Menyiksa binatang
Menyanggah jika dikonfrontasi dengan korban dari perilakunya
Memaksa orang lain melakukan aktivitas seksual
Berdasarkan PPDGJ III, gangguan ini dapat ditegakkan dengan memenuhi kriteria umum mengenai gangguan hiperkinetik (F90).
Ciri-ciri utama ialah berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan. Kedua ciri ini menjadi syarat mutlak untuk diagnosis dan haruslah nyata ada pada lebih dari satu situasi (misalnya di rumah, di kelas, di klinik)
Berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu dini dihentikannya tugas dan ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai. Anak-anak ini sering kali beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lain, rupanya kehilangan minatnya terhadap tugas yang satu karena perhatiannya tertarik pada hal lain. Berkurangnya ketekunan dan perhatian ini seharunya hanya didiagnosis bila sifatnya berlebihan bagi anak dengan usia atau IQ yang sama.
Hiperaktivitas dinyatakan dalam kegelisahan yang berlebihan, khususnya dalam situasi yang menuntut keadaan relatif tenang. Hal ini tergantung pada situasinya, mencakup anak itu berlari-lari atau melompat-lompat sekeliling ruangan, ataupun bangun dari duduk/kursi dalam situasi yang menghendaki anak itu tetap duduk, terlalu banyak bicara dan ribut, atau kegugupan/kegelisahan dan berputar-putar atau berbelit-belit. Tolok ukur untuk penilaiannya ialah bahwa suatu aktivitas disebut berlebihan dalam konteks apa yang diharapkan pada suatu situasi dalam konteks apa yang diharapkan pada suatu situasi dan dibandingkan dengan anak-anak-anak yang sama umur dan nilai IQ-nya. Ciri khas perilaku ini paling nyata di dalam suatu situasi yang berstruktur dan diatur yang menuntun suatu tingkat sikap pengendalian diri yang tinggi.
Gambaran penyerta tidaklah cukup bahkan tidak diperlukan bagi suatu diagnosis, namun demikian ia ia dapat mendukung. Kecerobohan dalam hubungan-hubungan sosial, kesembronoan dalam situasi yang berbahaya dan sikap yang secara impulsif melanggar tata tertib sosial (yang diperlihatkan dengan mencampuri urusan atau mengganggu kegiatan orang lain, terlampau cepat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang belum lengkap diucapkan orang, atau tidak sabar menunggu gilirannya), kesemuanya merupakan ciri khas dari anak-anak dengan gangguan ini.
Gangguan belajar serta kekakuan motorik sangat sering terjadi dan haruslah di catat secara terpisah bila ada; namun demikian tidak boleh dijadikan bagian dari diagnosis aktual mengenai gangguan hiperkinetik yang sesungguhnya.
Gejala-gejala dari gangguan tingkah laku bukan merupakan kriteria eksklusi ataupun kriteria iklusi untuk diagnosis utamanya,tetapi ada tidaknya gejala-gejala itu dijadikan dasar untuk subdivisi utama dari gangguan tersebut.
D. Patogenesis
Beberapa penelitian belum dapat menyimpulkan penyebab pasti dari ADHD. Seperti halnya dengan gangguan perkembangan lainnya (autisme), beberapa faktor yang berperan dalam timbulnya ADHD adalah faktor genetik, perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, Tingkat kecerdasan (IQ), terjadi disfungsi metabolism, hormonal, lingkungan fisik dan sosial sekitar, asupan gizi, dan orang-orang dilingkungan sekitar termasuk keluarga.
Beberapa teori yang sering dikemukakan adalah hubungan antara neurotransmitter dopamine dan epinephrine. Teori faktor genetik, beberapa penelitian dilakukan bahwa pada keluarga penderita, selalu disertai dengan penyakit yang sama setidaknya satu orang dalam keluarga dekat. Orang tua dan saudara penderita ADHD memiliki resiko hingga 2- 8 x terdapat gangguan ADHD.
Terori lain menyebutkan adanya gangguan disfungsi sirkuit neuron di otak yang dipengaruhi oleh berbagai gangguan neurotransmitter sebagai pengatur gerakan dan control aktifitas diri.
Beberapa faktor resiko yang meningkatkan terjadinya ADHD.
Kurangnya Deteksi dini
Gangguan pada masa kehamilan (infeksi, genetic, keracuanan obat dan alkohol, rokok dan stress psikogenik)
Gangguan pada masa persalinan (premature, postmatur, hambatan persalinan, induksi, kelainan persalinan
E. TERAPI
Terdapat beberapa saran terapi yang menurut para ahli dapat digunakan untuk menangani anak-anak dengan ADHD.no. dan Nama Terapi
1 Terapi Bermain
2 Terapi Medis
3 Terapi Back in Control
1. Terapi Bermain
Terapi bermain sering digunakan untuk menangani anak-anak dengan ADHD. Melalui proses bermain anak-anak akan belajar banyak hal, diantaranya :
Belajar mengenal aturan
Belajar mengendalikan emosi
Belajar menunggu giliran
Belajar membuat perencanaan
Belajar beberapa cara untuk mencapai tujuan melalui proses bermain
2. Terapi Medis
Beberapa bukti ilmiah menunjukkan bahwa ADHD berhubungan dengan fungsi otak, terutama pada bagian yang bertanggung jawab mengatur pemusatan perhatian, konsentrasi, pengaturan emosi, dan pengendalian perilaku. Terapi medis biasanya berupa pemberian beberapa macam obat dengan sasaran area tersebut, yaitu membantu memusatkan perhatian dan mengendalikan perilaku, termasuk perilaku agresif.
3. Terapi Back in Control
Beberapa penelitian terakhir membuktikan bahwa cara terbaik untuk menangani anak dengan ADHD adalah dengan mengkombinasikan beberapa pendekatan dan metode penanganan. Program terapi “Back in Control” dikembangkan oleh Gregory Bodenhamer. Program ini berbasis pada sistem yang berdasar pada aturan, jadi tidak tergantung pada keinginan anak untuk patuh. Program ini lebih cenderung ke sistem training bagi orang tua yang diharapkan dapat menciptakan sistem aturan yang berlaku di rumah sehingga dapat mengubah perilaku anak.
Demi efektivitas program, sebaiknya orang tua bekerja sama dengan pihak sekolah untuk melakukan proses yang sama bagi anaknya ketika dia di sekolah. Orang tua harus selalu melakukan monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan dan konsisten atas program yang dijalankan. Begitu juga ketika program ini dilaksanakan bersama-sama dengan pihak sekolah maka orang tua sangat memerlukan keterlibatan guru dan petugas di sekolah untuk melakukan proses monitoring dan evaluasi.
Dalam program ini, yang harus dilakuan orang tua adalah :
  1. Definisikanlah aturan secara jelas dan tepat. Buat aturan sejelas mungkin sehingga pengasuh pun dapat mendukung pelaksanaan tanpa banyak penyimpangan.
  2. Jalankan aturan tersebut dengan ketat
  3. Jangan memberi imbalan atau hukuman atas tanggapan terhadap aturan itu. Jalankan saja sesuai yang sudah ditetapkan
  4. Jangan pernah berdebat dengan anak tentang sebuah aturan. Gunakan kata-kata kunci yang tidak akan diperdebatkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar