Aa. DEFINISI
Gangguan orgasme pada laki-laki yaitu terhambatnya atau tidak tercapainya orgasme yang bersifat persisten atau berulang setelah memasuki fase rangsangan (excitement phase) selama melakukan aktivitas seksual.
Gangguan orgasme pada perempuan adalah lambatnya atau tidak tercapainya klimaks seks (orgasme) walaupun rangsangan seksual cukup lama dan kuat dimana hambatan tersebut berulang atau menetap.
B. ETIOLOGI
Diketahui bahwa yang menjadi penyebab terjadinya penyakit ini adalah adalah karena gangguan organ fungsi seksual atau bisa juga karena tingkat stres seksual. Tapi dugaan kuat bahwa penyakit ini bersifat sementara, meski bisa juga terjadi selama bertahun-tahun hingga kemudian fungsi seks akan kembali normal.
C. SEKSUALITAS NORMAL
Seksualitas berhubungan dengan anatomi, fisiologi, kebudayaan dimana seseorang bertempat tinggal, hubungan dengan sesama dan lingkungan tempat berlangsungnya aktivitas sehari-hari.
Seksualitas bergantung pada empat faktor yang saling berkaitan yaitu identitas seksual, identitas gender, orientasi seksual dan perilaku seksual. Keempat faktor ini mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan fungsi kepribadian. Seksualitas adalah sesuatu yang lebih dari sekedar seks fisik, koitus atau bukan koitus dan perilaku yang hanya diarahkan untuk memperoleh kesenangan.
Identitas seksual adalah pola ciri seksual biologis seseorang : kromosom, genitalia eksterna dan genitalia interna, komposisi hormon, gonad dan ciri seks sekunder. Pada perkembangan normal ciri ini membentuk suatu pola yang menyatu yang membuat seseorang tidak meragukan jenis kelaminnya. Identitas gender adalah perasaan kelaki-lakian atau keperempuanan seseorang.
1) Identitas Seksual
Differensiasi laki-laki dari perempuan terjadi akibat kerja androgen janin, kerja ini dimulai kira-kira minggu keenam kehidupan embrio dan selesai di akhir bulan ketiga. Studi embriologis modern menunjukkan bahwa semua embrio mamalia, baik secara genetik laki-laki (genotipe XY) atau secara genetik perempuan (genotipe XX), secara anatomi adalah perempuan selama fase awal kehidupan janin.
2) Identitas Gender
Identitas gender, menurut Robert Stoller menunjukkan aspek psikologis perilaku yang berkaitan dengan maskulinitas dan femininitas yaitu laki-laki cenderung untuk kelaki-lakian dan perempuan keperempuanan. Pada usia 2 sampai 3 tahun hampir semua individu memiliki keyakinan yang kuat bahwa ”saya laki-laki” atau ”saya perempuan”. Identitas gender terjadi akibat berbagai rangkaian isyarat yang berasal dari pengalaman dengan anggota keluarga, guru, teman dan fenomena budaya.
Pembentukan identitas gender berasal dari sikap orang tua dan budaya, genitalia eksterna bayi dan pengaruh genetik yang secara fisiologis aktif pada minggu keenam kehidupan janin.
3) Peran Gender
Peran gender tidak ditetapkan saat lahir, tetapi dibangun secara kumulatif melalui pembelajaran sehari-hari dan tidak direncanakan melalui perintah dan penanaman secara eksplisit serta melalui proses spontan. Peran gender seseorang dapat berlawanan dengan identitas gendernya. Orang dapat mengidentifikasi jenis kelamin mereka sendiri dan mengadopsi cara berpakaian, gaya rambut atau ciri lain dari jenis kelamin yang berlawanan.
4) Orientasi Seksual
Orientasi seksual menggambarkan objek impuls seksual seseorang yaitu heteroseksual (jenis kelamin berlawanan), homoseksual (jenis kelamin sama) atau biseksual (kedua jenis kelamin).
D. RESPON SEKSUAL NORMAL
Respon seksual adalah pengalaman psikologis yang sebenarnya. Rangsangan dicetuskan oleh stimulus psilokogis maupun fisik, tingkat ketegangan dialami secara fisiologis maupun emosional dan pada orgasme, normalnya terdapat persepsi subjektif akan puncak reaksi fisik dan pelepasan.
Perkembangan psikologis, sikap psikologis terhadap seksualitas dan sikap terhadap pasangan seksual secara langsung terlibat dan mempengaruhi respon fisiologi seksual seseorang. Laki-laki dan perempuan normal mengalami serangkaian respon fisiologis terhadap rangsangan seksual.
William Master dan Virginia Johnson mengamati bahwa proses fisiologis melibatkan peningkatan tingkat vasokongesti dan miotonia (tumescence) kemudian diikuti pelepasan aktivitas vaskular dan tonus otot sebagai hasil orgasme (de tumescence). Revisi teks edisi keempat Dignostic and Manual of Mental Disorder (DSM-IV-TR) menjelaskan siklus respon empat fase, yaitu fase I (hasrat), fase 2 (gairah), fase 3 (orgasme), fase 4 (resolusi).
Fase 1 : Hasrat (Desire)
Klasifikasi fase hasrat (nafsu), berbeda dengan fase lain, hanya diidentifikasi melalui fisiologi, mencerminkan hubungan kejiwaan dengan motivasi, dorongan dan kepribadian. Fase ini ditandai dengan fantasi seksual dan hasrat untuk melakukan aktivitas seksual.
Fase 2 : Gairah (Excitement)
Fase gairah dan rangsangan ditimbulkan oleh stimulasi psikologis (fantasi atau adanya objek yang dicintai) maupun stimulasi fisiologis (belaian atau ciuman) atau kombinasi keduanya, terdiri dari perasaan senang yang subjektif. Selama fase ini, pembendungan penis menimbulkan ereksi padalaki-laki dan lubrikasi vagina pada perempuan. Puting susu keduanya menjadi tegang walaupun ereksi puting susu lebih lazim terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Klitoris perempuan menjadi keras dan membengkak serta labia minora menjadi lebih tebal akibat pembendungan vena.
Kegairahan awal dapat berlangsung beberapa menit hingga beberapa jam. Dengan berlanjutnya rangsangan, ukuran testis membesar 50% dan menaik. Saluran vagina menunjukkan konstriksi khas di sepanjang sepertiga luar vagina, dikenal sebagai orgasmic platform. Klitoris menaik dan tertarik ke belakang simfisis pubis sehingga tidak mudah dijangkau. Meskipun demikian rangsangan pada daerah tersebut menyebabkan tarikan labia minora dan preputium serta terdapat gerakan intrapreputium pada korpus klitoris. Ukuran payudara meningkat 25%. Berlanjutnya pembendungan penis dan vagina menimbulkan perubahan warna terutama pada labia minora yang warnanya menjadi merah terang atau merah gelap. Kontraksi volunter otot-otot besar terjadi, laju denyut jantung dan pernapasan meningkat, serta tekanan darah naik. Penguatan kegairahan bertahan 30 detik hingga beberapa menit.
Fase 3 : Orgasme (Orgasm)
Fase orgasme tersdiri atas memuncaknya kesenangan seksual dengan pelepasan ketegangan seksual serta kontraksi ritmik otot perineum dan organ reproduksi pelvis.Perasaan subjektif ejakulasi yang tidak dapat ditahan mencetuskan orgasme pada laki-laki, kemudian diikuti pengeluaran semen secara kuat.
Orgasme pada laki-laki disertai 4 hingga 5 spasme ritmik prostat, vesikula seminalis, vas deferens dan uretra. Pada perempuan orgasme ditandai dengan 3 hingga 15 kontraksi involunter bagian sepertiga bawah vagina dan kontraksi kuat uterus, berjalan dari fundus ke arah bawah ke serviks. Laki-laki dan perempuan mengalami kontraksi involunter sfingter ani interna dan eksterna.
Jarak antara satu kontraksi dengan kontraksi lain selama orgasme terjadi dalam interval 0,8 detik. Manifestasi lain mencakup gerakan volunter dan involunter kelompok otot besar, tekana darah meningkat 20 hingga 40 mmHg (sistolik dan diastolik), denyut jantung meningkat hingga 160 kali/menit. Orgasme berlangsung 3 hingga 25 detik dan disertai sedikit kesadaran berkabut.
Fase 4 : Resolusi ( Resolution)
Resolusi terdiri atas mengempisnya darah dari genitalia (detumescence), yang membuat tubuh kembali pada fase istirahat. Jika terjadi orgasme, resolusi terjadi cepat dan ditandai dengan perasaan senang subjektif, relaksasi menyeluruh dan relaksasi otot. Jika tidak terjadi gangguan orgasme, resolusi biasanya berlangsung 2 hingga 6 jam dan dapat disertai dengan iritabilitas dan rasa tidak nyaman. Setelah orgasme, laki-laki mengalami periode refrakter yang dapat berlangsung beberapa menit hingga jam, pada periode ini mereka tidak dapat dirangsang lagi untuk mendapatkan orgasme. Perempuan tidak mengalami periode refrakter dan bisa mendapatkan orgasme multipel dan berturut-turut.
Beberapa bagian tubuh yang berperan dalam seksual antara lain :
1) OTAK (Sistem Saraf Pusat) dan Perilaku Seksual
- Corteks
Corteks memiliki peranan dalam mengontrol impuls seksual dan memproses stimulasi seksual dalam bentuk aktivitas seksual. Dari beberapa studi yang dilakukan pada kelompok dewasa muda, menunjukkan bahwa ada beberapa bagian dari otak yang ditemukan menjadi lebih aktif dari pada bagian lainnya selama stimulasi seksual berlangsung. Bagian-bagian otak tersebut yaitu corteks orbitofrontal yang mengatur emosi, left anterior cingulate cortex yang mengatur hormone dan induksi seksual dan, nukleus caudatus kanan, yang aktifitasnya merupakan salah satu faktor yang berperan dalam induksi aktifitas seksual.
- Sistem limbic
Pada semua mamalia, sistem limbic secara langsung berhubungan dengan element-element dari fungsi seksual. Stimulasi kimia atau elektrik dari septum bagian bawah dan berlanjut ke preoptic, fimbria dari hippocampus, tubuh dan anterior nukleus thalamus, kesemua tersebut berperan dalam ereksi penis. Beberapa studi menyatakan bahwa wanita berlawanan, ada beberapa bagian otak teraktifasi oleh emosi yang berasal dari rasa takut atau cemas yang kesemuanya dapat berpengaruh ketika wanita mengalami orgasme.
- Batang otak
Batang otak berperan dalam menghambat dan mengeluarkan perintah/kontrol dari reflek seksual spinal. Nukleus paragigantocelluler berhubungan langsung ke saraf-saraf efferen pelvis lumbosakral, yang mempengaruhi sekresi serotonin yang diketahui sebagai inhibit orgasme. Lumbosacral juga menerima penyaluran lain yang berasal dari serotonergic nulcei di batang otak.
- Neurotransmiter otak
Berbagai neurotransmiter seperti dopamin, epinefrin, norepinefrin dan serotonin di produksi di otak dan mempengaruhi fungsi seksual.1 Sebagai contoh, peningkatan dopamin berpengaruh terhadap peningkatan libido. Serotonin, di hasilkan di pons bagian atas dan midbrain, menghambat fungsi seksual. Oksitosin dikeluarkan saat orgasme dan berperan penting dalam seksualitas.
2) Medula spinalis
Rangsangan seksual dan klimaks seksual diatur di medula spinalis.1 Stimulasi sensori berhubungan dengan fungsi seksual yang berasal dari pudendal, pelvis dan n.hypogastic.
C. GEJALA KLINIK
Gangguan Orgasme Pada Perempuan
Gangguan orgasme pada perempuan, kadang-kadang disebut hambatan orgasme pada perempuan atau anorgasmia, didefinisikan sebagai hambatan berulang atau menetap pada orgasme perempuan seperti yang ditunjukkan dengan :
penundaan berulang atau tidak adanya orgasme setelah fase gairah seksual, yang oleh kliniki, fokus, intensitas dan lamanya dianggap adekuat, dengan kata lain ketidakmampuan perempuan mendapatkan orgasme melalui masturbasi atau hubungan seksual.
Perempuan dengan gangguan orgasme seumur hidup tidak pernah mengalami orgasme dengan stimulasi apapun (lebih lazim ditemukan pada perempuan yang tidak menikah).
Monorgasmik dapat juga bebas gejala atau dapat mengalami frustasi dalam berbagi cara, dapat memiliki keluhan pelvis seperti nyeri perut bagian bawah, gatal dan keputihan serta meningkatnya ketegangan, iritabilitas dan lelah.
Gangguan Orgasme Pada Laki-Laki
Gangguan orgasme pada laki-laki, kadang-kadang disebut hambatan orgasme atau ejakulasi tertunda :
Seorang laki-laki sangat sulit atau bahkan tidak dapat memperoleh ejakulasi saat berhubungan seksual.
Seorang laki-laki dengan gangguan orgasme seumur hidup tidak pernah mampu ejakulasi saat berhubungan intim.
Mengalami ejakulasi, tetapi mengeluhkan berkurangnya atau tidak adanya perasaaan subjektif akan kenikmatan saat pengalaman orgasme (anhedonia orgasmik).
Ejakulasi Dini
Didalam ejakulasi dini, laki-laki secara berulang atau menetap mencapai orgasme dan ejakulasi sebelum menginginkannya. Masters dan Jhonson mengkonsepkan gangguan ini pada pasangan dan menganggap seorang laki-laki mengalami ejakulasi dini jika ia tidak dapat mengendalikan ejakulasi untuk waktu yang cukup selama penisnya berada dalam vagina untuk memuaskan pasangannya sedikitnya selama setengah dari episode hubungan seksual mereka.
Ejakulasi Terlambat
Ejakulasi terhambat atau disebut retarded ejaculation. Ini merupakan kebalikan dari ejakulasi dini, dimana ejakulasi terjadi untuk waktu yang sangat lama atau tidak terjadi sama sekali. Ini bentuk yang kurang umum terjadi. Beberapa obat-obatan anti depresan dapat menyebabkan gangguan ini. Trauma pada tulang belakang juga menyebabkan berkurang atau hilangnya respon rangsangan pada daerah seksual pria sehingga menyebabkan ejakulasi yang terhambat.
Ejakulasi Retorgade
Ejakulasi retrogade adalah kelainan ejakulasi dimana sperma yang seharusnya terpancar keluar melalui urethra namun malah berbalik menuju ke kandung kemih. Sehingga pada pria yang mengalami keluhan ini biasanya disertai dengan gangguan infertilitas. Gangguan ini sangat umum terjadi pada pria-pria dengan diabetes yang mengalami neuropati diabetik. Gangguan persarafan ini menyebabkan ketidakmampuan saraf-saraf pada kandung kemih untuk berespon terhadap siklus seksual. Selain diabetes, gangguan ini juga bisa disebabkan karena penggunaan obat-obatan anti depresan tertentu.
D. DIAGNOSIS
Khusus untuk penyakit ini, upaya mendiagnosis harus didasarkan pada penjelasan penderota sendiri mengenai masalah yang dihadapi hingga menjadi latar belakang timbulnya penyakit ini, khususnya ketika melakukan hubungan seksual. Dan untuk mengetahui hal ini penderita juga akan ditanyakan mengenai riwayat kesehatan keluarganya yang berhubungan dengan penyakit ini. Dari hal itu didapat kesimpulan bahwa ini adalah penyakit psikologi.
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Orgasme Pada Perempuan
Penundaan atau tidak adanya orgasme setelah fase gairah seksual normal yang berulang atau menetap. Perempuan menunjukkan keberagaman luas jenis atau intensitas stimulasi yang mencetuskan orgasme. Diagnosis gangguan orgasme pada perempuan harus didasarkan pada penilaian klinisi bahwa kapasitas orgasmik perempuan tersebut kurang daripada yang sesuai dengan usianya, pengalaman seksual dan stimulasi seksual adekuat yang ia terima.
Gangguan ini menimbulkan penderitaan yang nyata atau kesulitan interpersonal.
Disfungsi orgasme tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguan aksis I lain (kecuali disfungsi seksual lain) dan tidak hanya disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (contoh penyalahgunaan obat, pengobatan) atau keadaan medis umum.
-Tentukan tipenya
Tipe seumur hidup
Tipe didapat
-Tentukan tipenya
Tipe menyeluruh
Tipe situasional
-Tentukan
Akibat faktor psikologis
Akibat kombinasi faktor
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Orgasme Pada Laki-Laki
Penundaan atau tidak adanya orgasme, yang terjadi berulang atau menetap setelah fase gairah seksual normal saat aktivitas seksual yang oleh klinisi diperhitungkan menurut usia orang sebagai adekuat dalam fokus, intensitas, dan durasinya.
Gangguan ini menimbulkan penderitaan yang nyata atau kesulitan interpersonal.
Disfungsi orgasme tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguan aksis I lain (kecuali disfungsi seksual lain) dan tidak hanya disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (contoh penyalahgunaan obat, pengobatan) atau keadaan medis umum.
-Tentukan tipenya
Tipe seumur hidup
Tipe didapat
-Tentukan tipenya
Tipe menyeluruh
Tipe situasional
-Tentukan
Akibat faktor psikologis
Akibat kombinasi faktor
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Ejakulasi Dini1
Ejakulasi berulang atau menetap dengan stimulasi seksual yang minimal sebelum pada saat atau segera setelah penetrasi dan sebelum orang tersebut menginginkannya. Klinisi harus mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi durasi fase gairah, seperti usia pasangan seksual yang baru/tidak berpengalaman, situasi dan frekuensi aktivitas seksual baru-baru ini.
Gangguan ini menimbulkan penderitaan yang nyata atau kesulitan interpersonal.
Ejakulasi dini tidak hanya disebabkan efek langsung suatu zat (contoh : putus zat opioid).
-Tentukan tipenya
Tipe seumur hidup
Tipe didapat
-Tentukan tipenya
Tipe menyeluruh
Tipe situasional
-Tentukan
Akibat faktor psikologis
Akibat kombinasi faktor
E. TERAPI
Upaya pengobatan yang dilakukan juga adalah menggunakan metode psikologi dimana penderita harus rutin melakukan pemeriksaan pada orang yang ahli dalam hal ini, yaitu seksiolog dimana mereka adalah orang yang memahami masalah gangguan seksual dan dapat membantu penderita secara psikologi.
Terapi berfokus pada penggalian konflik yang tidak disadari, motivasi, fantasi dan berbagai kesulitan interpersonal.
1) Terapi Seks-Dual
Dasar terapi seks-dual adalah konsep unit perkawinan atau pasangan sebagai objek terapi, pendekatan ini menunjukkan kemajuan utama dalam diagnosis dan terapi gangguan seks abad ini.1Didalam terapi seks-dual, terapi didasarkan pada konsep bahwa pasangan harus diterapi ketika orang mengalami disfungsi berada di dalam suatu hubungan.
Kunci program ini adalah sesi meja bundar yaitu tim terapi laki-laki dan perempuan mengklarifikasi, mendiskusikan dan menyelesaikan masalah dengan pasangan. Terapis dan pasien mendiskusikan aspek fisiologis dan psikologis fungsi seksual dan terapis memiliki sikap edukatif. Terapis menyarankan aktifitas seksual tertentu yang dilakukan pasangan tersebut di rumah mereka.Tujuan dari terapi ini adalah menegakkan kembali komunikasi dalam perkawinan.
Latihan awal berfokus meningkatkan kesadaran sensorik untuk menyentuh, melihat, mendengar dan membaui. Awalnya hubungan seks dilarang dan pasangan belajar memberikan serta menerima kesenangan terkait tubuh tanpa adanya tuntutan performa dan penetrasi. Pada saat bersamaan mereka belajar komunikasi nonverbal dengan cara saling memuaskan dan mereka belajar bahwa pemanasan seksual adalah alternatif menyenangkan untuk hubungan seks dan orgasme.
2) Teknik dan Latihan Khusus
Pada kasus ejakulasi dini, satu latihan yang dikenal sebagai teknik meremas (squeeze technique) digunakan untuk menigkatkan ambang eksitabilitas penis.1,5 Dalam latihan ini, laki-laki atau perempuan merangsang penis yang ereksi sampai dirasakan sensasi awal akan terjadinya ejakulasi. Pada saat ini, perempuan meremas dengan kuat tepi koronal glans penis, ereksi berkurang dan ejakulasi dihambat.
Program latihan ini akhirnya meningkatkan ambang sensasi ketidaktahanan ejakulasi dan memungkinkan laki-laki menjadi waspadaakan sensai seksualnya dan percaya diri akan performa seksualnya.
Suatu varian dalam latihan ini adalah teknik berhenti-mulai yang dikembangkan oleh James H Semans, yaitu perempuan menghentikan semua stimulasi penis ketika laki-laki pertama kali merasakan akan ejakulasi, tidak dilakukan peremasan.
3) Hipnoterapi
Memfokuskan diri pada gejala yang menimbulkan ansietas yaitu disfungsi seksual tertentu.Fokus terapi ini adalah membuang gejala dan merubah sikap. Pasien diminta menghadapi situasi yang mencetuskan ansietas, yaitu menghadapi hal-hal yang berkaitan dengan seksual, cara alternatif yang membangun.
4) Terapi Kelompok
Digunakan untuk memeriksakan masalah interpersonal dan intrapsikik pada pasien dengan gangguan seksual.1 Kelompok terapi memberikan sistem dukungan yang kuat kepada pasien yang merasa malu, cemas atau bersalah akan masalah seksual tertentu. Kelompok ini merupakan forum berguna untuk melawan mitos seksual, memperbaiki kesalahan konsep dan memberikan informasi yang akurat mengenai anatomi seksual, fisiologi dan berbagai perilaku.
F. PROGNOSIS
Gangguan orgasme dapat bersifat sementara, bisa bertahun-tahun dan bahkan seumur hidup. Prognosis dapat menjadi baik, jika faktor psikologis dapat teratasi dan pasangan saling mendukung satu sama lain dan menjalani psikoterapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar