DEFINISI
Bulimia merupakan bahasa latin dari sebuah kata Yunani boulimia, yang artinya “extreme hunger” alias lapar yang amat sangat. Ini sesuai dengan gambaran para bulimics -orang yang bulimia-, mereka cenderung makan dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat, seperti orang yang kelaparan. Dan selanjutnya sebagai “kompensasi” dari pola makannya tersebut, mereka akan melakukan berbagai cara yang intinya supaya berat badan mereka tidak bertambah meski mereka sudah makan banyak. Bulimia nervosa merupakan satu gangguan fungsi makan yang ditandai oleh episode nafsu makan yang lahap tanpa dapat dikendalikan. Penyelaan sosial dan gangguan fisik yaitu, nyeri abdomen atau mual-mual, menghentikan pesta makan yang sering diikuti oleh perasaan bersalah, depresi, atau muak terhadap diri sendiri. Orang selalu memiliki perilaku kompensasi yang rekuren seperti mencahar ( muntah yang diinduksi sendiri, pemakaian laksatif yang berulang, atau pemakaian diuretika), puasa, atau latihan yang berat. Namun pasien bulimia nervosa mampu mempertahankan berat badan yang normal.
DSM-IV membagikan Bulimia nervosa dalam dua bentuk yaitu purging dannonpurging. Pada tipe purging, individu tersebut memuntahkan kembali makanan secara sengaja. Dilakukan dengan menusukkan jari ke tenggorokan, atau dengan menggunakan obat-obatan laksatif, obat pencahar, maupun obat-obatan lain. Tujuannya agar makanan tidak sempat dicerna oleh tubuh sehingga tidak menambah berat badan. Pada tipe nonpurging, individu tersebut menggunakan cara lain selain cara yang digunakan pada tipe purging, seperti berpuasa atau berolahraga secara berlebihan. Tujuannya agar energi yang dihasilkan dari makanan dapat langsung dibakar dan habis. Menurut kriteria diagnostik dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat ( DSM-IV), pesta makan dan perilaku kompensasi harus terjadi dengan rata-rata sekurangnya dua kali seminggu selama tiga bulan.
EPIDEMIOLOGI
Bullimia nervosa lebih sering ditemukan pada wanita di bandingkan pada laki-laki, Diperkirakan bulimia nervosa terjadi pada sekitar satu sampai tiga persen pada wanita muda. Onsetnya lebih sering pada masa remaja atau pada masa dewasa muda. Banyak penderita bulimia nervosa memiliki berat badan yang normal dan kelihatannya tidak ada masalah yang berarti dalam hidupnya. Biasanya mereka orang-orang yang kelihatannya sehat, sukses di bidangnya dan cenderung perfeksionis. Namun, dibalik itu, mereka memiliki rasa percaya diri yang rendah dan sering mengalami depresi. Mereka juga menunjukkan tingkah laku kompulsif, misalnya, mengutil di pasar swalayan, atau mengalami ketergantungan pada alkohol atau lainnya.
Prevalensi bulimia nervosa untuk wanita di Amerika Serikat adalah 2% sampai 3%, namun dapat mencapai 10% pada populasi yang rentan, seperti perguruan tinggi yang khusus untuk wanita. Gejala yang kadang ditemukan pada bullimia nervosa, seperti episode pesta makan dan mencahar yang terisolasi, telah dilaporkan pada hampir 40 persen wanita perguruan tinggi. Kejadian ada pria hanya sepersepuluh dari wanita. Secara demografis, sebagian besar pasien dengan bulimia nervosa masih lajang, berpendidikan perguruan tinggi, dan dipertengahan usia 20 tahunan. Namun, kebanyakan pasien mulai mengalami gejala bulimia nervosa selama masa pubertas. Bulimia terjadi pada 2,3% perempuan kulit putih, dan 0,40% pada wanita kulit hitam. Faktor risiko untuk bulimia nervosa meliputi pelecehan seksual saat anak-anak, homoseksualitas laki-laki, tinggal sendirian,tinggal di asrama mahasiswi, kontrol glikemik diabetes yang buruk,perasaan rendah diri, diet, keterlibatan dengan atletik, pekerjaan yang berfokus pada berat badan. Pasien dengan faktor-faktor risiko atau pada populasi berisiko tinggi untuk terkena gangguan ini, harus segera menjalani skrining
Banyak penderita bulimia nervosa memiliki berat badan yang normal dan kelihatannya tidak ada masalah yang berarti dalam hidupnya. Biasanya mereka orang-orang yang kelihatannya sehat, sukses di bidangnya dan cenderung perfeksionis. Namun, dibalik itu, mereka memiliki rasa percaya diri yang rendah dan sering mengalami depresi. Mereka juga menunjukkan tingkah laku kompulsif, misalnya, mengutil di pasar swalayan, atau mengalami ketergantungan pada alkohol atau lainnya.
Bullimia nervosa sering terjadi pada orang dengan angka gangguan mood dan gangguan pengendalian impuls yang tinggi. Juga telah dilaporkan terjadi pada orang yang memiliki resiko gangguan berhubungan dengan zat dan gangguan kepribadian, memiliki angka gangguan kecemasan dan gangguan dissosiatif yang meningkat dan riwayat penyiksaan seksual.
ETIOLOGI
Faktor genetik, Pada umumnya para peneliti percaya bahwa faktor hereditas berpengaruh terhadap gangguan pola makan. Neurotransmitter tertentu, suatu senyawa kimia yang menghantarkan impuls syaraf, pada orang yang bulimia kadarnya tidak normal sehingga para peneliti ini beranggapan ada kelainan pada sistem syaraf pusat yang dapat dipengaruhi oleh faktor genetik. Neurotransmitter yang abnormal tersebut adalah serotonin, yang juga dipercaya sebagai neurotransmitter yang berhubungan dengan gangguan mood. Penelitian terhadap kembar identik dan kembar fraternal membuktikan bahwa prilaku gangguan pola makan pada kembar identik lebih besar kemungkinan terjadinya dibandingkan kembar fraternal. Hal itu disebabkan susunan genetik kembar identik sama dibandingkan kembar fraternal.
Faktor biologis, gangguan pola makan juga dipengaruhi oleh komponen gentika lainnya yakni neurochemistry. Para peneliti telah menemukan bahwa neurotransmitter serotonin dan norepinefrin secara signifikan menurun pada pasien yang menderita Anorexia dan Bulimia Nervosa akut. Neurotransmitter ini akan berfungsi secara abnormal pada penderita depresi. Hal ini membuktikan bahwa ada hubungan antara dua gangguan tersebut. Disamping menciptakan rasa kepuasan fisik dan emosi, neurotransmitter serotonin juga menghasilkan efek kurang nafsu makan. Bahan kimia otak juga telah diteliti pengaruhnya terhadap gangguan pola makan. Ditandai dengan meningkatnya kadar hormon vasopressin dan kortisol. Kedua hormone ini secara normal di keluarkan sebagai respon terhadap stress yang dialami oleh penderita tersebut. Pada penelitian lain ditemukan bahwa tingginya level neuropeptida dan peptide juga berpengaruh terhadap penderita Bulimia. Kedua hormon tersebut menyebabkan rangsangan untuk makan pada uji coba binatang. Kadar hormone.
Faktor sosiokultural. Pasien dengan bulimia nervosa, seperti pasien dengan anoreksia nervosa, cenderung mereka yang memiliki kedudukan tinggi dan perlu berespon terhadap tekanan sosial untuk menjadi kurus. Banyak pasien bulimia nervosa adalah pasien terdepresi dan memiliki depresi familial yang tinggi hal ini disebabkan olehorang tua yang mengikutsertakan anaknya dalam kegiatan yang mengharuskan pengontrolan berat badan yang ketat seperti balet, senam, modeling dapat sebagai faktor risiko timbulnya bulimia nervosa. Faktor sosiokultural merupakan salah satu faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap timbulnya kelainan ini. Kita tahu bahwa makanan yang banyak beredar serta disukai oleh banyak orang pada masa ini adalah makanan seperti roti-roti, fast food, es krim, pizza yang merupakan karbohidrat olahan. Setelah diteliti, mereka yang mengkonsumsi makanan ini, kadar serotonin dalam darah mereka meningkat sementara hingga 450 %. Coba lihat juga makanan yang ditawarkan oleh berbagai gerai makanan yang ada di pusat perbelanjaan, sebagian besar merupakan makanan karbohidrat olahan. Itulah salah satu alasan kenapa di negara-negara maju angka kejadian bulimia pada gadis remaja atau wanita muda nya cukup tinggi. Berbeda dengan mereka yang tinggal di negara berkembang, yang pola konsumerisme berbeda, pola makan juga berbeda. Di negara berkembang, orang lebih banyak mengkonsumsi makanan berkarbohidrat bukan olahan -nasi, sayur, buah- yang efeknya jauh lebih rendah dalam meningkatkan serotonin dalam darah. Tapi kalau di negara berkembang yang mall-mall nya juga berkembang pesat, berarti perlu diteliti lebih lanjut tentang kejadian bulimia nervosanya.
Faktor psikologis. Pasien dengan bullimia nervosa memiliki kesulitan dengan kebutuhan remaja, tetapi pasien bulimia nervosa lebih mengungkapkan, marah, dan impulsif dibandingkan pasien anoreksia nervosa. Ketegantungan alkohol, mencuri di toko, dan labilitas emosional (termasuk usaha bunuh diri) adalah berhubungan dengan bulimia nervosa. Pasien bulimia nervosa biasanya merasakan makan yang tidak terkendali yang dilakukannya sebagai ego-distonik dibandingkan pasien dengan anoreksia nervosa sehingga pasien dengan bulimia nervosa lebih cepat mencari bantuan.
Beberapa referensi membagi etiologi dalam beberapa model:
1. Model adikasi : Bulimia Nervosa diyakini sebagai adiksi terhadap makanan dan tingkah laku. Hal ini berhubungan dengan pengobatan bulimia Nervosa yang menekan kan pada penghentian, dukungan sosial dan mencegah kekambuhan, dimana metode ini mirip dengan pengobatan adiksi terhadap alcohol maupun obat-obatan
2. Model keluarga : Gangguan makan pada remaja berhubungan dengan system interaksi antara keluarga. Oleh karena itu fokus pengobatan penderita bulimia nervosa adalah disfungsi interaksi dalam keluarga. Penderita bulimia nervosa pada umumnya memiliki riwayat kekerasan fisik maupun seksual semasa kanak-kanak
3. Model sosial budaya : Publikasi media tentang hubungan antara tubuh yang langsing dengan karier yang sukses telah merangsang para remaja untuk melakukan diet supaya tubuhnya menjadi langsing. Banyak remaja yang gagal mencapai keaadaan ini dan akhirnya menjadi penderita bulimia nervosa
4. Model kognitif dan tingkah laku : Bulimia nervosa merupakan implementasi tingkah laku yang irasional tentang bentuk tubuh, berat badan, diet dan kepercayaan diri. Fokus pengobatan adalah mengidentifikasi disfungsi ini dan membantu menumbuhkan keyakinan yang rasional. Penderita diberikan jadwal makan yang jelas dan teratur
5. Model psikodinamik : Bulimia nervosa merupakan usaha untuk mengendalikan atau menghindari dampak perasaan yang tertekan, implusif dan kecemasan. Pengobatan psikodinamik adalah mencari proses yang mendasari penderita bulimia nervosa terutama gambaran psikososialnya.
6. Faktor yang berperan :
• Faktor psikososial : Berupa perkembangan individu, dinamika keluarga, tekanan sosial untuk berpenampilan kurus serta perjuangan untuk mendapatkan identitas diri
• Faktor genetik : Adanya bukti bahwa bulimia banyak didapat pada penderita dengan riwayat keluarga gangguan depresi dan kecemasan, serta lebih banyak pada kembar monozigot dibandingkan dizigot
• Faktor biologik : Berdasarkan studi ditemukan fakta bahwa genetik, hormon dan bahan kimia yang terdapat di otak berpengaruh terhadap efek perkembangan dan pemulihan bulimia
• Faktor budaya : Kebanyakan orang menilai bahwa cantik identik dengan kurus dan terkadang kondisi tersebut menjadi suatu tuntutan kerja. Anggapan ini pun menjadi budaya yang berkembang di masyarakat
• Perasaan pribadi : Penderita bulimia senantiasa berputus asa terhadap dirinya sendiri, tidak percaya diri sehingga mereka diet dengan cara menggunakan pil diet bahkan memuntahkan makanan. Penilaian orang terhadapa dirinya menyebabkan kecemasan dan tekanan yang dapat menyebabkan stress sehingga untuk mengatasinya mereka cenderung ke arah bulimia
KLASIFIKASI
• Bulimia Nervosa-Purging Type : Tipe yang memuntahkan kembali makanan setelah sangat kenyang (menggunakan purging medications). Dilakukan dengan menusukkan jari ke tenggorokan, atau dengan menggunakan obat-obatan laksatif, obat pencahar, maupun obat-obatan lain. Tujuannya agar makanan tidak sempat dicerna oleh tubuh sehingga tidak menambah berat badan
• Bulimia Nervosa-Non Purging Type : Penderita berolahraga berlebihan setelah makan atau berpuasa untuk mengontrol berat badan, namun tidak muncul purging behaviors. Tujuannya agar energi yang dihasilkan dari makanan dapat langsung dibakar dan habis
KRITERIA DIAGNOSIS DAN GEJALA KLINIS
Tanda yang nampak pada orang bulimia nervosa
• Makan Banyak berkelanjutan
• Menguruskan badan dengan diet berlebihan, puasa, latihan berlebihan atau memuntahkan kembali
• Memaksakan diri secara berlebihan untuk kurus
• Secara berkelanjutan masuk ke kamar mandi setelah makan
• Jari-jari memerah
• Pipi lembam
• Selalu mengukur diri dengan bentuk badan dan berat badan
• Depresi atau emosi tidak stabil
• Periode menstruasi yang tidak umum
• Gigi bermasalah, seperti gigi bolong
• Mulas-mulas
Kriteria diagnostik dari bulimia nervosa berdasarkan DSM –IV, Diagnostic and Kriteria Statistical Disorders, ec.4.
A. Episode rekuren pesta makan. Episode pesta makan ditandai oleh kedua hal berikut ini
i. makan, dalam periode waktu tertentu (misalnya dalam 2 jam), jumlah makan jauh lebih besar daripada yang dimakan kebanyakan orang pada waktu dan situasi yang serupa.
ii. Perasaan hilang kendali terhadap makan selama episode tersebut (misalnya merasa tidak dapat menghentikan makan atau mengendalikan apa atau berapa banyak yang dimakannya).
B. Perilaku kompensasi yang relevan yang tidak layak untuk mencegah kenaikan berat badan, seperti muntah diinduksikan sendiri, penyalahgunaan laksatif, enema, atau medika lain, puasa, atau olahraga berat.
C. Pesta makan dan perilaku kompensasi yang tidak sesuai, keduanya terjadi dengan rata-rata sekurangnya dua kali dalam seminggu selama 3 bulan.
D. Pemeriksaan diri sendiri terlalu dipengaruhi oleh bentuk dan berat badan.
E. Gangguan tidak terjadi semata mata selama episode anoreksia nervosa.
Gejala gejala bulimia nervosa yaitu :
- Makan dalam jumlah yang berlebihan.
- Terobsesi dengan makanan dan kalori.
- Melakukan perangsangan muntah dan cuci perut.
- Sering menghilang ke kamar mandi bila selesai makan, untuk mengeluarkan makanan – makanan yang telah ditelan.
- Bersikap penuh rahasia.
- Merasa kehilangan kontrol.
Menurut DSM-IV, ciri penting dari bulimia nervosa adalah episode rekuren pesta makan; suatu perasaan tidak adanya pengendalian terhadap makan selama pesta makan; muntah yang diinduksi sendiri, penyalahgunaan laksatif atau diuretik, berpuasa, atau latihan berlebihan untuk mencegah kenaikan berat badan; dan penilaian diri sendiri yang persisten yang terlalu dipengaruhi oleh bentuk dan berat badan. Pesta makan biasanya mendahului muntah dengan kira-kira satu tahun.
Muntah adalah sering terjadi dan biasanya diinduksi dengan memasukkan jari ke dalam tenggorokan, walaupun beberapa pasien mampu untuk muntah atas kehendaknya sendiri. Muntah menurunkan nyeri abdomen dan perasaan penuh dan memungkinkan pasien terus makan tanpa takut akan mengalami kenaikan berat badan. Depresi sering kali mengikuti episode dan disebut penderitaan setelah pesta makan (postbinge anguish). Selama pesta makannya pasien makan makanan yang manis, tinggi kalori, dan biasanya lembut atau lunak, seperti cake dan kue kering. Makanan dimakan secara sembunyi-sembunyi dan secara cepat, dan kadang-kadang tidak dikunyah.
Sebagian besar pasien bulimia nervosa adalah dalam rentang berat badan yang normal, tetapi beberapa pasien khawatir terhadap citra tubuh dan penampilannya, khawatir terhadap tanggapan orang lain terhadap dirinya, dan khawatir terhadap daya tarik seksualnya. Sebagian besar pasien bulimia nervosa adalah aktif secara seksual, dibandingkan dengan pasien anoreksia nervosa. Pika dan perebutan selama makan kadang-kadang ditemukan dalam riwayat pasien bulimia nervosa.
Mirip dengan anoreksia nervosa, orang yang menderita bulima nervosa juga mempunyai penyakit psikologis seperti depresi, ansietas dan/atau permasalahan penyalahgunaan zat. Kebanyakan kondisi fisik adalah akibat dari aspek penyingkiran penyakit, termasuklah ketidakseimbangan elektrolit, masalah gastrointestinal, dan masalah berkaitan dengan rongga mulut dan gigi.
Kuisioner (BITE) adalah tes singkat untuk deteksi dan deskripsi bulimia nervosa. BITE ini terdiri dari satu set 33 pertanyaan (30 ya / tidak jenis dan 3 penilaian respon) yang secara bersamaan menilai kehadiran dan relatif keparahan gangguan makan. BITE ini dibagi menjadi 2 bagian, skala gejala dan skala keparahan. Skala gejala terdiri dari 30 pertanyaan ya / tidak, 1 poin diberikan untuk setiap jawaban “ya”, dan skor 20 atau lebih mengindikasikan gangguan makan. 3 pertanyaan lain(respon) membentuk skala keparahan dan meminta pasien untuk menilai frekuensi tindakan mereka. Skor 5 atau lebih pada bagian ini dianggap signifikan secara klinis, dan skor 10 atau lebih dianggap parah. BITE mengambil rata-rata 10 menit untuk menyelesaikan dan dapat segera dicetak oleh praktisi. Meskipun tidak dimaksudkan untuk skrining dalam perawatan primer, instrumen ini dapat digunakan untuk melacak tingkat keparahan penyakit pada pasien.
Gejala lain yang terkait termasuklah inflamasi kronis dan sakit tenggorokan, pembengkakan kelenjar di leher dan di bawah rahang, robekan enamel gigi dan meningkatnya kepekaan dan kerusakan gigi akibat daripada pemaparan terhadap asam perut, penyakit refluks gastroesofagus, intestinal distress dan iritasi akibat penyalahgunaan obat cuci perut, masalah pada ginjal akibat penyalahgunaan obat diuretik, dan dehidrasi berat karena kekurangan cairan dari tubuh.
Gangguan mood adalah sering pada pasien dengan bulimia nervosa dan simptom cemas dan tegang (tension) sering dialami. Kebanyakan pasien dengan bulimia nervosa mengalami depresi ringan dana sesetengah mengalami gangguan mood dan perilaku yang serius seperti cobaan membunuh diri dan penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang. Biasanya, pasien dengan bulimia nervosa merasa malu dengan perbuatannya sendiri dan cenderung untuk merahasiakannya dari keluarga dan teman-teman.
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan fisik dapat memberikan petunjuk penting menunjukkan adanya bulimia nervosa, terutama untuk menyingkirkan subtipe gangguan tersebut. Pada pemeriksaan, dokter mungkin mencari tanda-tanda komplikasi medis disebutkan sebelumnya, termasuk erosi gigi, jaringan parut atau abrasi pada kuku-kuku jari, dan kelenjar parotis bengkak.1
Penyedia layanan kesehatan primer harus mempertimbangkan penggunaan tes laboratorium di kedua evaluasi diagnostik dan tindak lanjut. Untuk pasien kurus, pasien dengan dicurigai bulimia nervosa tetapi membantah, dan pasien dengan gejala fisik dan tanda-tanda yang muncul, tes laboratorium mungkin berguna untuk mengesampingkan gangguan lain atau juga dapat mendiagnosa positif bulimia nervosa. Meskipun tidak ada panel standar dari tes yang dijelaskan, jumlah elektrolit serum dan urin, penilaian asam-basa, dan tingkat fosfor harus diperoleh dari pasien kurus baik saat diagnosis atau saat tindak lanjut. Monitoring elektrokardiogram harus dilakukan pada pasien bulimia dengan kelainan elektrolit, jantung berdebar, nyeri dada, atau berat badan rendah. Pasien bulimia dengan setidaknya dengan riwayat 5 bulan berat badan rendah atau anoreksia harus dilakukan penilaian kepadatan tulang. Pengujian lain, seperti endoskopi GI atas atau bagian lebih rendah, harus dipertimbangkan, tergantung pada konstelasi gejala dan tanda. Misalnya, kondisi lain yang dapat bermanifestasi dengan gejala GI termasuk penyakit radang usus, celiac sprue, dan irritabel bowl sindrom.
Para penderita bulimia dengan berat badan normal atau overweight (gemuk) mungkin tidak memiliki kelainan laboratorium yang signifikan. Kelainan laboratorium menjadi lebih umum dengan penurunan berat badan dan meningkatkan keparahan perilaku (membersihkan). Tingkat elektrolit yang paling mungkin akan terpengaruh.
Hipokalemia, hypochloremia, hiperfosfatemia, dan alkalosis metabolik adalah umum, terutama bulimia dengan berat badan yang rendah. Tingkat keparahan hipokalemia dan hypochloremia secara langsung berkaitan dengan jumlah dan pengalaman pasien dalam membersihkan, terutama yang melibatkan diuretik, pencahar, dan muntah berulang-ulang. Sebuah studi kasus-kontrol terbaru menyarankan bahwa rasio natrium urin untuk klorida urin adalah prediktor terbaik untuk perilaku bulimia. Kehadiran alkalosis metabolik dan hiperfosfatemia meningkatkan kecurigaan adanya muntah diam-diam yang dilakukan pasien. Meskipun kadar kalium serum telah dianggap sebagai penanda yang baik untuk pasien dengan perilaku bulimia, frekuensi yang relatif (4,1% menjadi 13,7%) dari hipokalemia yang signifikan pada bulimia menurunkan sensitifitasnya sebagai test skrining.
Gambaran keseluruhan laboratorium pasien tergantung pada mekanisme kompensasi. Pasien yang pembersihannya dengan muntah dapat datang dengan alkalosis metabolik (peningkatan kadar bikarbonat serum) karena kontraksi volume. Namun, pasien pembersihannya dengan menyalahgunakan obat pencahar dapat datang dengan asidosis metabolik (penurunan kadar bikarbonat serum) karena kehilangan cairan alkali dari usus. Pasien menggunakan lebih dari satu mekanisme pembersihan dapat menampilkan temuan campuran asam-basa. Ketidakseimbangan elektrolit memberikan kontribusi kelemahan, kelelahan, dan pada kasus berat, dapat menyebabkan aritmia jantung dan kematian mendadak pada pasien.
Penentuan amilase serum dapat membantu untuk mendiagnosis dan memantau bulimia nervosa. Tingkat amilase tinggi mungkin menunjukkan bahwa pasien telah muntah. Dalam beberapa kasus, maka akan diperlukan untuk menyingkirkan penyebab organik kadar amilase tinggi atau muntah, seperti pankreatitis. Ketika difraksinasi menjadi komponen-komponen serum dan saliva, peningkatannya terkadang tidak proporsional, dengan amilase saliva tinggi melebihi amilase pankreas pada pasien yang telah muntah. Karena itu tes difraksinasi mungkin bermanfaat untuk digunakan sebagai alat bantu diagnostik dalam kasus dimana muntah ditolak dan memonitor terus muntah pada pasien yang menjalani pengobatan.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis bulimia nervosa tidak dapat dibuat jika perilaku pesta makan dan mencahar terjadi semata-mata selama episode anoreksia nervosa. Pada kasus tersebut diagnosis adalah anoreksia nervosa, tipe pesta makan/mencahar.
Klinisi harus memastikan bahwa pasien tidak menderita penyakit neurologis, seperti kejang ekuivalen-epileptik, sindrom Kluver-Bucy, atau sindrom Kleine-Levin. Sindrome Kleine Levin terdiri dari hipesomnia periodik yang berlangsung dua sampai tiga minggu dan hiperfagia, seperti pada bulimia nervosa, onset biasanya selama masa remaja.
1. Sindroma Kluver-Bucy
Ciri patologis yang dimanifestasikan oleh sindroma Kluver-Bucy adalah agnosia visual, menjilat dan menggigit yang kompulsif, memeriksa objek dengan mulut, ketidakmampuan mengenali tiap stimulus, plasiditas, perubahan perilaku seksual (hiperseksualitas), dan perubahan kebiasaan makan, khususnya hiperfagia.
2. Sindroma Kleine-Levin
Sindroma Kleine-Levin terdiri dari hipersomnia periodic yang berlangsung dua sampai tiga minggu atau hiperfagia seperti pada bullimia nervosa. Onset biasanya selama masa remaja. Sindroma lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita. Pasien dengan gangguan kepribadian ambang kadang-kadang pesta makan, tetapi makan adalah disertai dengan tanda lain dari gangguan.
TERAPI
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kelainan dalam pola makan seperti kelainan genetik, tekanan sosial untuk menjadi langsing, tekanan dari teman sebaya, dan lain-lain. Penerimaan dari lingkungan merupakan langkah awal penyembuhan kelainan bulimia. Kebanyakan penderita tetap tinggal dalam penyangkalan dan menolak untuk ditolong. Langkah penyembuhan lain adalah dengan melakukan psikoterapi pada penderita, keluarga maupun lingkungan tempat penderita berasal. Pemberian obat, termasuk antidepresan, kadang-kadang dibutuhkan dalam situasi tertentu. Terapi gizi juga penting sebagai asupan vitamin dan mineral bagi penderita. Namun jika langkah-langkah tersebut tidak membawa hasil, satu-satunya cara yaitu dengan membawa penderita ke rumah sakit untuk diopname, terutama bagi penderita anoreksia. Itu dilakukan jika berat badan penderita menurun hingga 25% dari berat normal atau jika organ-organ vital dalam tubuh mengalami cedera. Ingatlah bahwa pola makan sehat adalah cara hidup yang terbaik. Jangan biarkan diri kita di bawah tekanan sosial atau teman sebaya. Satu lagi yang terpenting, tetaplah percaya diri sebab nilai personaliti kita tidak ditentukan oleh seberapa kurus atau gemuknya tubuh kita.
Terapi bulimia nervosa terdiri dari berbagai intervensi, termasuk Psikotherapi individual dengan pandekatan kognitif perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga dan farmakoterapi.
Terapi CBT ( Cognitive behavioral therapy) merupakan terapi psikologis yang memiliki tujuan menstop makanan yang berlebihan yang dapat menyebabkan muntah dan mengubah sikap pasien terhadap makanan. Metode CBT memiliki 3 fase yang memerlukan waktu khusus dalam 20 minggu terapi fase pertama, pasien diajarkan tentang bulimia nervosa yaitu faktor-faktor yang menyebabkan penyakit ini diantaranya tindakan pengaturan frekuensi dan pola makan dengan cara menghindari makanan yang sebanyak banyaknya atau pengetahuan tentang purging pada sesi terapi ini. Pada fase kedua, pasien diajarkan dalam kebebasan memilih makanan dan diberi tambahan waktu untuk memperbaiki makanan disfungsional dalam tubuh dan pola pikirnya. Pada fase ketiga, tujuannya ialah maintenance dan mencegah kekambuhan. Pada terapi CBT (Cognitive behavioral therapy) di dapatkan 45 % pasien berhenti bingeing and purging dan 35 % tidak lagi memenuhi kriteria bulimia nervosa. Pada 31 %- 44% pasien mengalami kekambuhan dalam waktu 4 bulan setelah terapi CBT (Cognitive behavioral therapy). kekambuhan ini diduga akibat motivasi rendah selama terapi dan makanan yang terlalu khusus yang menyebabkan peningkatan frequensi muntah sebelum terapi.
Psikoterapi
Ada tiga langkah mengatasi Bulimia Nervosa, yaitu :
1. Memberi kepercayaan kepada pasien sehingga pasien mau bekerjasama dalam pengobatan.
2. Menghentikan kebiasaan makan yang salah dan episode muntah serta diare.
3. Mempertahankan dan mendorong pasien kepada kondisi yang lebih baik, oleh karena kambuh kembali sangat besar.
1). Memastikan kerjasama dari pasien.
Pasien bulimia nervosa biasanya terlihat begitu antusias untuk menjalankan pengobatan. Namun kenyataannya dia cenderung menggunakan caranya sendiri dan tetap berusaha mempertahankan kebiasaannya. Jadi sebelum pengobatan sang dokter harus memberikan kepercayaan dan meyakinkan pasien tentang pengobatan yang akan dijalaninya.
2). Mengontrol kebiasaan makan dan muntah yang dibuatnya sendiri.
Hal ini dapat dilakukan dengan membatasi jumlah dan jenis makanan pasien bulimia nervosa. Namun sedikit sulit bila pasien tinggal dirumah tanpa pengawasan.
3). Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan keadaan yang sudah membaik :
Setelah pengobatan biasanya pasien akan mengulangi kebiasaannya untuk makan lagi, maka kita jangan menentangnya, tapi kita anggap bahwa hal itu merupakan respon yang fisiologis.
Agar pasien mau makan, maka kita katakana kepadanya bahwa rasa lapar yang timbul itu, karena tubuhnya memerlukan nutrisi.
Kalau pengobatan berhasil, maka pasien akan mengurangi ketergantungan terhadap kebiasaan jeleknya dan gejala depresinya akan teratasi, ini dapat berlangsung untuk beberapa bulan. Oleh karena kebiasaan makan yang jelek pada bulimua nervosa ini mudah berulang kembali, maka pengobatan yang paling efektif adalah dengan memberikan rasa percaya diri kepada pasien terhadap penampilan dan berat badannya.
Terapi Farmakologi
Untuk penderita bulimia umumnya diberikan obat-obatan jenis antidepresan bersama dengan pengobatan psikoterapi. Obat yang diberikan umumnya dari jenis trisiklik seperti imipramine (dengan merek dagang Tofranil) dan desipramine hydrochloride (Norpramin); atau jenis selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) seperti fluoxetine (Antiprestin, Courage, Kalxetin, Nopres, dan Prozac), sertraline (Zoloft), dan paroxetine (Seroxat) Medikasi antidepresan dapat menurunkan pesta makan dan mencahar terlepas dari adanya suatu gangguan mood. Jadi, untuk siklus pesta makan dan mencahar yang sukar yang tidak responsif terhadap psikoterapi saja, antidepresan telah digunakan dengan berhasil. Imipramine (tofranil), desipramine (Norpramin), trazodone (desyrel), dan inhibitor monoamin oksidas telah membantu. Fluoxetine (Prozac) juga menjanjikan sebagai terapi yang efektif. Obat fluoxetine dengan dosis 60 mg / hari yang mempunyai efek dapat menurukan respon muntah dan memperbaiki gangguan makan. Fluoxetine dilaporkan dapat menurunkan respon muntah dan memperbaiki gangguan makanan dalam 4 minggu terapi. Penggunaan terapi fluoxetine selama 1 tahun di laporkan dapat menurunkan kekambuhan dan efeknya lebih tinggi dari pada placebo. Berbagai kasus 5 pasien kurus dengan gangguan makan dilaporkan bahwa sertraline memiliki efek dapat memulihkan berat badan dan mengurangi gangguan makan. Pada citalopram memiliki efek dalam mengobati gangguan makan. Sedangkan pada milnacipran, obat anti depresan, kedua serotonergik dan noradrenergic mempunyai efek dalam menguangi gejala bulimia pada beberapa kasus yg tidak tertangani. Tetapi sampai saat ini hanya fluoksetin, yang merupakan satu-satunya obat yang dibenrkan Oleh U.S food and Drug Administration sebagai terapi Bulimia Nervosa.
Pemberian kombinasi CBT dengan obat fluoxetine terbukti lebih unggul dari pada pemberian CBT saja atau Obat fluoxetine saja. Yang bila kedua pengobatan dikombinasi memiliki efek menurunkan frekuensi dan keparahan muntah serta dapat mengurangi gangguan makan, pada penelitian terbaru di laporkan pasien yang sudah di terapi dengan kombinasi CBT dan obat fluoxetine dapat memperbaiki penyusesuaian dalam lingkungan sosial yang lebih baik hingga 10 tahun setelah menerima terapi kombinasi tersebut bila dibandingkan dgn terapi bulimia yg menggunakan placebo. Pada pasien yang tidak berespon pada terapi CBT, fluoxetine telah terbukti efektif dalam mengurangi gejala bulimia. Mengingat penelitian ini, pengobatan saat ini yang digunakan untuk terapi bulimia nervosa terdiri dari rawat jalan berbasis CBT dan terapi fluoxetine.
Terapi nutrisi
Ahli gizi dapat mengatur jadwal makan, memberikan penjelasan mengenai tujuan terapi nutrisi, pentingnya diet sehat dan akibat buruk dari pola makan yang salah terhadap kesehatan. Pengaturan diet untuk penderita bulimia nervosa dilakukan secara bertahap tergantung tingkat keparahan serta ada tidaknya komplikasi dengan penyakit penyerta. Kebutuhan energi disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin, dihitung berdasarkan berat badan ideal, bukan berat badan yang sebenarnya. Selain dengan pengaturan makan yang sehat dan berimbang diperlukan juga olahraga secara tepat dan teratur. Olahraga yang teratur dapat menormalkan kembali kerja kelenjar yang abnormal sehingga akan diperoleh kadar serotonin yang sesuai dengan kebutuhan penderita.
Berikut adalah usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan keadaan yang sudah membaik
· Setelah pengobatan biasanya pasien akan mengulangi kebiasaannya untuk makan lagi, maka kita jangan menentangnya, tapi kita anggap bahwa hal itu merupakan respon yang fisiologis.
· Agar pasien mau makan, maka kita katakana kepadanya bahwa rasa lapar yang timbul itu, karena tubuhnya memerlukan nutrisi.
· Kalau pengobatan berhasil, maka pasien akan mengurangi ketergantungan terhadap kebiasaan jeleknya dan gejala depresinya akan teratasi, ini dapat berlangsung untuk beberapa bulan. Oleh karena kebiasaan makan yang jelek pada bulimua nervosa ini mudah berulang kembali, maka pengobatan yang paling efektif adalah dengan memberikan rasa paercaya diri kepada pasien terhadap penampilan dan berat badannya.
Primary care, dokter seharusnya mempertimbangkan dalam merujuk pasien ke perawatan lebih khusus pada pasien gangguan makanan yang persistent, gangguan psikis, perilaku yang merugikan diri sendiri atau keinginan bunuh diri.
DAMPAK BULIMIA NERVOSA
1. Fisik
• Kehilangan selera makan, hingga tidak mau mengkonsumsi makanan apapun
• Luka pada tenggorokan dan infeksi saluran pencernaan akibat terlalu sering memuntahkan makanan
• Lemah, tidak bertenaga
• Sulit berkonsentrasi.gangguan menstruasi
• Kematian
• Erosi dan lubang pada gigi serta penyakit gusi
• Dehidrasi
• Iritasi dan pembengkakan tenggorokan
• Pembengkakan pada pipi
• Rambut rontok dan kulit kering
• Masalah pencernaan
2. Psikologis
• Perasaan tidak berharga
• Sensitif, mudah tersinggung, mudah marah
• Mudah merasa bersalah
• Kehilangan minat untuk berinteraksi dengan orang lain
• Tidak percaya diri, canggung berhadapan dengan orang banyak
• Cenderung berbohong untuk menutupi perilaku makannya
• Minta perhatian orang lain
• Depresi (sedih terus menerus)
PENCEGAHAN
• Program pencegahan primer : Pencegahan ini langsung ditujukan pada populasi berisiko tinggi seperti murid wanita SMP untuk mencegah timbulnya gangguan makan pada mereka yang asimtomatik. Pencegahan yang dilakukan dapat berupa program pendidikan mengenai sikap dan prilaku terhadap remaja
• Program pencegahan sekunder : Pencegahan ini bertujuan untuk deteksi dan intervensi dini, dengan memberikan pendidikan pada petugas kesehatan di pusat pelayanan kesehatan primer
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan mengamati ada-tidaknya gejala pada keluarga maupun orang-orang terdekat. Ketika beberapa gejala ditemui dapat dilakukan pendekatan secara interpersonal, berempati dan mendorong untuk makan dan berolahraga secara normal, serta memberitahukan dampak negatif bulimia. penderita bulimia tidak dapat sembuh dengan sendirinya oleh karena itu tindakan pertolongan yang harus segera diberikan yaitu disarankan untuk berkonsultasi langsung ke para ahli kesehatan. Secara umum penderita penyakit ini jarang hingga perlu dirawat di rumah sakit, kecuali keadaannya sudah terjadi komplikasi yang parah. Pengobatan pun akan berbeda antar orang. Kesesuaian dengan seseorang belum tentu akan sesuai pula dengan orang lain. Selama pengobatannya diperlukan kelompok terapis dari berbagai keahlian, yang dapat membantu pasien dalam menghadapi masalah medis, psikologis, dan gizi. Pencegahan terjadinya bulimia nervosa terdiri atas dua bagian :
1. Program pencegahan primer
Pencegahan ini langsung ditujukan pada populasi berisiko tinggi seperti murid wanita SMP untuk mencegah timbulnya gangguan makan pada mereka yang asimtomatik. Pencegahan yang dilakukan dapat berupa program pendidikan mengenai sikap dan prilaku terhadap remaja.
2. Program pencegahan sekunder
Pencegahan ini bertujuan untuk deteksi dan intervensi dini, dengan memberikan pendidikan pada petugas kesehatan di pusat pelayanan kesehatan primer.
Selain diatas untuk mencegah terjadinya gangguan makan berupa bulimia nervosa dapat juga dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:
1. Rajin berkonsultasi dengan dokter
2. Tingkatkan rasa percaya diri
3. Tingkatkan dinamika lingkungan. Usahakan agar tercipta suasana yang nyaman dan kondusif di lingkungan keluarga atau pekerjaan
4. Bersikap realistis. Jangan mudah percaya pada apa yang digambarkan oleh media tentang berat dan bentuk badan ideal
KOMPLIKASI MEDIS
Masalah dermatologi
Masalah dermatologi ditemukan pada pasien bulimia nervosa, walaupun kurang dipedulikan, termasuk “Russell’s sign” : terdapat penebalan atau scar pada punggung tangan yang disebabkan oleh penekanan jari terhadap gigi saat menginduksi muntah, lesi tersebut bisa menjadi permanen. Tanda ini biasanya terlihat pada stadium awal penyakit ini. Pada pasien kronis, cara menginduksi muntah biasanya dilakukan dengan menekan abdomen. Perbuatan melukai diri sendiri terkadang terlihat pada pasien dengan BN, contohnya menusuk diri dengan jarum, membakar kulit dengan api rokok.
Masalah gastrointestinal
Gangguan traktus gastrointestinal bisa terjadi pada penderita bulimia, seperti perut kembung, flatulensi, konstipasi, keterlambatan pengosongan lambung (peristaltik menurun), GERD, Mallory – Weiss tears syndrome, Rectal prolaps, dan apabila hal ini terjadi terutama pada kaum wanita maka bulimia nervosa bisa dijadikan differensial diagnosa. Ipeca sering digunakan oleh pasien bulimia untuk menginduksi muntah. Namun obat ini memiliki efek samping yang cukup besar yakni kardiomiopati. Dental enamel erosi dan gigi yang sensitif terhadap suhu panas dan dingin pada makanan maupun minuman merupakan hal yang biasa ditemukan pada BN. Asam lambung menyebabkan enamel menjadi lebih lembut secara bertahap. Pasien harus diajarkan cara untuk mengurangi kerusakan enamel dengan cara membersihkan mulut setelah muntah, yaitu dengan alkalinisasi mulut dengan berkumur menggunakan soda kue yang dilarutkan dalam air dan menunggu selama 30 menit terlebih dahulu baru dibersihkan. Cairan panas dan dingin harus dihindari apabila menyebabkan nyeri pada gigi. Sebaiknya berkonsultasi dengan dokter gigi, penyakit gusi juga sering didapatkan pada pasien ini.10
Kelenjar parotis dan submandibular seringkali membesar secara simetris dan juga terasa sedikit nyeri. dan sialadenosis (non-inflamatory saliva glands enlargement) sekitar 10-66% yang biasanya disebabkan oleh kelainan sistemik seperti diabetes mellitus, alakoholik, anoreksia nervosa dan bullimia nervosa. Tidak seperti anoreksia nervosa, pada bulimia nervosa tidak terjadi gangguan densitas mineral tulang, hanya saja gangguan densitas tulang ini tergantung pada usia menarche, amenorrhhea, dan berat badan (semakin kurus semakin beresiko). Hipertropi parotid dan submandibular bisa terjadi akibat kebiasaan muntah, malnutrisi, dan disfungsi autonom. Cara utama untuk mencegah terjadinya pembesaran kelenjar tersebut adalah tidak menginduksi muntah, dengan demikian ukuran kelenjar parotis dan submandibular akan berkurang secara perlahan dalam beberapa bulan. Terapi lain yang bisa dilakukan adalah kompres hangat pada kelenjar tersebut, mencoba menggunakan pilocarpin oral untuk menstimulasi pengeluaran air liur.
Sebagai catatan, eritema pada konjungtiva, yang seringkali disertai dengan perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi akibat dari muntah. Hal ini terjadi karena terjadinya elevasi pada penekanan vena saat muntah.
Batu empedu juga harus dipertimbangkan sebagai diagnosis diferensial pada AN dan BN yang datang dengan keluhan muntah atau nyeri perut kuadran kanan atas. Nyeri tersebut disebabkan oleh batu empedu, yang angka kejadiannya meningkat pada pasien yang mengalami penurunan berat badan. USG merupakan cara untuk menyingkirkan keberadaaan dari batu empedu tersebut.
Konstipasi, tidak jarang terdapat pada pasien BN. Pasien mengeluhkan perut kembung dan susah buang air besar, sering kali pasien mengatasinya dengan mengkonsumsi laksative. Hal tersebut justru dapat memperbukruk konstipasinya. Tidak jarang pasien justru mengkonsumsi laksative dengan pertimbangan bahwa dengan mengkonsumsi laksative maka berat badan akan semakin berkurang, sedangkan laksative memiliki efek samping terhadap motilitas kolon. Secara umum, dengan usaha pengembalian berat badan dan memperbanyak makan secara bertahap maka usus akan mengalammi perbaikan dalam waktu 3 minggu. Penatalaksanaan untuk konstipasi itu sendiri adalah dengan edukasi terhadap pasien agar minum air yang banyak 6-8 gelas perhari, serat dalam jumlah yang rendah yaitu 10 gram perhari, laktulosa jenis sintetik nonabsorbsi disakarida, 30-60 ml satu sampai dua kali perhari, kita juga perlu mempberi tahu bahwa walaupun pemberian laktulosa tersebut berasa sangat manis, pasien tidak perlu cemas akan penambahan kalori yang mungkin terjadi, karena obat tersebut tidak diabsobsi.
Muntah yang dipaksakan dapat merusak permukaan esofagus, biasanya paling banyak terjadi pada sambungan antara esofagus dan lambung. Kadang terdapat muntah darah berwarna merah segar, yang dibarengi dengan isi lambung. Hal ini disebut Boerhaave’s sindrom yaitu ruptur pada dinding esofagus yang merupakan dampak dari muntah yang dipaksakan, kondisi seperti ini jarang ditemukan, namun sangat berbahaya.
Ruminative behavior merupakan regurgitasi isi lambung yang dilakukan secara sadar, yaitu pengunyahan dan penelanan makanan, kemudian dikunyah lagi, dan ditelan lagi, hal ini akan menyebabkan terjadinya erosi gigi, aspirasi, dan Barrett’s esofagus.
Masalah pada jantung
Komplikasi jantung lebih sering terjadi pada AN dibandingkan dengan BN, manifestasi klinis yang didapatkan berupa palpitasi yang disebabkan oleh sinus takikardia yang merupakan efek dari hipokalemia, hipomagnesaemia, dan dehidrasi yang terjadi.
Masalah Endokrin
Hanya setengah dari pasien bulimia yang mengalami gangguan menstruasi termasuk amenore dan oligomenore. Wanita dengan bulimia dan gangguan menstruasi disebabkan oleh karena gangguan release hormon gonadotropin dan leptin.
KOMORDIBITAS PSIKIATRI
Komorditas psikiatrik yang terkait dengan bulimia sangat mencolok. Pasien bulimia ditandai dengan perfeksionis ekstrovert yang kritis terhadap diri sendiri, impulsif, dan emosional tak terkendali. Tingkat prevalensi yang tinggi dari setiap gangguan afektif (75%), gangguan depresi mayor (63%), dan gangguan kecemasan (36%) telah dilaporkan. Sebagian besar pasien melaporkan bahwa presentasi awal dari depresi atau gangguan kecemasan terjadi sebelum presentasi dari gejala bulimia. Dengan demikian, identifikasi awal positif dari gangguan afektif atau kecemasan dapat memberikan kesempatan untuk mencegah perkembangan gejala dan gangguan makan, terutama di populasi berisiko tinggi.
Penyalahgunaan zat merupakan komorbiditas umum tambahan. Pusat Nasional Penyalahgunaan Ketergantungan Zat di Columbia University melaporkan bahwa 30% sampai 70% dari penderita bulimia memiliki masalah penyalahgunaan zat. Zat penyalahgunaan meliputi tembakau, alkohol, dan obat resep dan over-the-counter, seperti pil diet dan perangsang. Alkoholisme telah dilaporkan mempengaruhi 31% dari penderita bulimia dan sering ditemukan dengan penyakit depresi dan gangguan stres pasca trauma. Hubungan keluarga yang kuat juga telah diamati antara bulimia nervosa dan alkoholisme.1
Melukai diri adalah kekhawatiran untuk pasien dengan bulimia nervosa. Dalam sebuah penelitian, 34% pasien penderita bulimia dilaporkan telah melukai diri sendiri di suatu waktu dalam hidup mereka, dan 21,3% dilaporkan telah melukai diri sendiri dalam 5 bulan terakhir. Pasien paling sering melukai diri sendiri dengan memotong atau menggaruk lengan, tangan, kaki, atau wajah, dan banyak dari hasil cedera dalam perdarahan dan jaringan parut. Pasien dengan gangguan kepribadian yang melukai diri sendiri lebih mungkin untuk juga menderita bulimia nervosa daripada mereka yang tidak melukai diri sendiri. Diagnosis komorbid dari bulimia nervosa dan gangguan kepribadian telah terbukti meningkatkan risiko sering melukai diri sendiri, yang dapat mempengaruhi tingkat usaha bunuh diri pada pasien. Pasien bulimia paling mungkin berasal dari orangtua alkoholisme, hubungan dengan orang tua buruk dan harapan orangtua tinggi. Meskipun gejala utama dari gangguan ini adalah gangguan kebiasaan makan dan persepsi diri, komorbiditas signifikan menyulitkan identifikasi dan pengobatan bulimia nervosa.
PROGNOSIS
Meskipun bulimia nervosa lebih umum dari anoreksia nervosa, angka kematian lebih rendah dan tingkat pemulihan lebih tinggi dari anoreksia nervosa. Kematian dari bulimia nervosa diperkirakan pada 0% hingga 3% tetapi dapat dianggap remeh karena beberapa jangka panjang tindak lanjut penelitian yang melibatkan pasien bulimia. Sekitar 50% dari pasien bebas dari seluruh gejala bulemia 5 tahun setelah treatment. Meskipun hasil penelitian pada bulemia nervosa adalah jarang, dengan perkiraan statistik terbatas, telah menunjukkan bahwa angka kematian dan pemulihan secara langsung berhubungan dengan intervensi dini dan treatment.
Pasien yang menderita anoreksia nervosa dan bulimia menunjukkan fitur lebih sulit mencapai berat badan normal dan cenderung berada pada berat badan rendah, bahkan setelah treatment. Anoreksia juga rentan terhadap mengembangkan pesta makan setelah pengobatan untuk anoreksia nervosa. Sebuah penelitian di tahun 1997 melaporkan bahwa 30% dari penderita anoreksia diobati dengan perilaku pesta-makan sampai dengan 5 tahun post-hospitalization. Ketika menilai pasien normal atau kelebihan berat badan dengan bulimia nervosa, penting untuk mengumpulkan informasi sejarah tentang keberadaan dan anoreksia nervosa akhir-akhir ini. Anoreksia nervosa dengan gejala bulemia dikaitkan dengan tingkat kematian lebih tinggi daripada bulemia nervosa itu sendiri. Namun, tingkat kematian dan tingkat komorbiditas untuk semua gangguan makan mungkin berlebihan karena kebanyakan studi berlangsung dalam pengaturan penelitian akademik atau khusus. Pasien-pasien ini sering lebih sakit parah dibandingkan pasien di rawat jalan. Tingkat pemulihan yang sebenarnya untuk gangguan makan mungkin lebih besar, dan gambar hasil secara keseluruhan tidak begitu baik. Namun, penting bagi dokter dalam perawatan primer untuk tahu dengan gejala yang ada dari bulemia nervosa ataupun anoreksia nervosa dengan melakukan intervensi dini dalam perjalanan penyakit. Sayangnya, dalam studi yang dilakukan hampir 10 tahun yang lalu, sekitar 1 dari 10 pasien dengan bulimia nervosa berada dalam perawatan.1
Secara keseluruhan, bulimia nervosa tampaknya memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan anoreksia nervosa. Dalam jangka pendek, pasien bulimia nervosa yang mampu melibatkan diri dalam pengobatan telah dilaporkan lebih dari 50 % yang mengalami perbaikan.
Prognosis bulimia nervosa tergantung kepada keparahan sequele mencahar, yaitu apakah pasien mengalami gangguan elektrolit dan sampai derajat mana muntah yang sering mengakibatkan esofagitis, amilasemia, pembesaran kelenjar liur dan karies gigi. Pada beberapa kasus ini yang tidak diobati, remisi spontan terjadi dalam satu sampai dua tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar